logo Kompas.id
HumanioraPenggunaan Pelega SABA Jangka ...
Iklan

Penggunaan Pelega SABA Jangka Panjang Berpotensi Tingkatkan Serangan Asma

Pasien asma tak lagi dianjurkan menggunakan ”inhaler” golongan SABA sebagai satu-satunya obat pereda asma. Obat pengontrol diperlukan sebagai anti-radang untuk menurunkan gejala serangan asma.

Oleh
Ayu Octavi Anjani
· 1 menit baca
Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Mohamad Yanuar Fajar (tengah), dan selebritas sekaligus orangtua dari anak penderita asma, Zaskia Adya Mecca (kiri), dalam acara bincang-bincang bertema Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat, Redakan Asma di Kantor AstraZeneca Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (10/5/2023).
AYU OCTAVI ANJANI

Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Mohamad Yanuar Fajar (tengah), dan selebritas sekaligus orangtua dari anak penderita asma, Zaskia Adya Mecca (kiri), dalam acara bincang-bincang bertema Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat, Redakan Asma di Kantor AstraZeneca Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (10/5/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Pasien asma di Indonesia masih banyak menggunakan pelega golongan short acting beta agonists atau SABA untuk meredakan serangan asma karena harganya yang lebih murah dibandingkan obat pengontrol. Padahal, penggunaan pelega SABA yang terlalu sering hingga menyebabkan ketergantungan justru meningkatkan risiko terjadinya serangan asma.

Asma merupakan penyakit yang didasari inflamasi atau yang ditandai dengan penyempitan dan peradangan saluran pernapasan yang mengakibatkan penderita sulit bernapas. Selain itu, asma juga dapat menimbulkan gejala lain, seperti mengi, batuk, dan nyeri dada.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan