logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊKekerasan Seksual di Kampus...
Iklan

Kekerasan Seksual di Kampus Sudah Darurat, Butuh Penanganan Satu Atap

Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di perguruan tinggi masih butuh dukungan bersama. Satgas PPKS diharapkan mendapatkan kepercayaan sehingga semakin berperan.

Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
Β· 1 menit baca
Seorang anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di perguruan tinggi mengajukan pertanyaan dalam acara Pembekalan Awal Training of Trainers: Penguatan Peran Dharma Wanita Persatuan dalam Menyukseskan Implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2022 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi, Rabu (15/3/2022), di Jakarta. Acara ini digelar oleh Dharma Wanita Persatuan Kemendikbudristek. Pembentukan Satgas PPKS bertujuan untuk mengatasi darurat kekerasan seksual di perguruan tinggi.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU

Seorang anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di perguruan tinggi mengajukan pertanyaan dalam acara Pembekalan Awal Training of Trainers: Penguatan Peran Dharma Wanita Persatuan dalam Menyukseskan Implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2022 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi, Rabu (15/3/2022), di Jakarta. Acara ini digelar oleh Dharma Wanita Persatuan Kemendikbudristek. Pembentukan Satgas PPKS bertujuan untuk mengatasi darurat kekerasan seksual di perguruan tinggi.

JAKARTA, KOMPAS β€” Kekerasan seksual di perguruan tinggi benar-benar terjadi dan sayangnya korban masih belum berani melapor meskipun di kampus ada lembaga yang dapat membantu. Peristiwa kekerasan seksual yang melibatkan pelaku dari kalangan mahasiswa, mahasiswi, dosen, tenaga kependidikan, pimpinan dosen, dan lainnya dapat terjadi dalam proses belajar-mengajar, pengabdian masyarakat, bimbingan, kuliah kerja nyata, dan magang.

Sayangnya, pengetahuan mahasiswa terhadap kekerasan seksual masih terbatas. Bahkan, para korban masih minim melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpa dirinya. Pelaporan lebih banyak dilakukan oleh pihak lain, seperti rekan dan orangtua korban. Pelaporan ke lembaga kampus pun hanya 11 persen.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan