logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊNasib Perempuan Sumba dan...
Iklan

Nasib Perempuan Sumba dan Pengakuan Komunitas Agama Asli Marapu

Praktik perhambaan dan kawin tangkap di Sumba tidak akan pernah selesai, selama semua pihak tidak punya komiten mengatasi masalah ini.

Oleh
KORNELIS KEWA AMA
Β· 1 menit baca
Tarian penyambutan tamu yang diperagakan para pria dari Sumba di Kupang, 20 Februari 2019. Parang sebagai satu-satunya senjata kaum pria Sumba dalam semua urusan, termasuk saat menculik perempuan yang bakal dijadikan istri.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Tarian penyambutan tamu yang diperagakan para pria dari Sumba di Kupang, 20 Februari 2019. Parang sebagai satu-satunya senjata kaum pria Sumba dalam semua urusan, termasuk saat menculik perempuan yang bakal dijadikan istri.

Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 97/PUU-XIV/2016 mengenai adanya Komunitas Agama asli Marapu, Nusa Tenggara Timur, bagai buah simalakama. Di satu sisi, keputusan tersebut berarti mengakui dan melindungi kepercayaan asli. Di sisi lain, ada kekhawatiran jika tidak diiringi pemahaman yang baik, komitmen tinggi, serta semangat untuk melindungi serta mengakui kesetaraan, termasuk perempuan, akan muncul masalah di tengah masyarakat NTT.

Ketua Komunitas Agama Asli Marapu Sumba, Nusa Tenggara Timur, Umbu Maramba Hawu dihubungi di Sumba, Rabu (20/4/2022), mengatakan, putusan Mahkamah Konsitusi RI Nomor 97/PUU-XIV/2016 itu sudah 5 tahun berlaku di Sumba. Akan tetapi, pembentukan lembaga komunitas agama asli Marapu belum sampai ke tingkat desa dan kecamatan. Hanya pengurus di tingkat kabupaten, yakni Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, dan Sumba Tengah sudah dibentuk dan dilantik.

Editor:
NELI TRIANA
Bagikan