logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊTransisi Energi Hijau, Jalan...
Iklan

Transisi Energi Hijau, Jalan Mereduksi Dampak Krisis Iklim

Krisis iklim tidak hanya akan menyebabkan krisis lingkungan, tetapi juga memicu krisis ekonomi dan kemanusiaan. Pola pembangunan menggunakan energi fosil harus segera beralih menuju energi hijau.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
Β· 1 menit baca
Kincir-kincir angin berjajar milik Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo-1 di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (2/2/2019). PLTB berkapasitas 72 megawatt ini menjadi PLTB terbesar kedua di Indonesia setelah PLTB Sidrap yang berkapasitas 75 MW.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Kincir-kincir angin berjajar milik Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo-1 di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (2/2/2019). PLTB berkapasitas 72 megawatt ini menjadi PLTB terbesar kedua di Indonesia setelah PLTB Sidrap yang berkapasitas 75 MW.

JAKARTA, KOMPAS β€” Perubahan pemakaian energi fosil menuju energi hijau atau terbarukan menjadi jalan untuk mereduksi dampak krisis iklim di masa depan. Jika transisi itu gagal, perubahan iklim tidak hanya akan menyebabkan krisis lingkungan, tetapi juga memicu krisis ekonomi dan kemanusiaan.

Ekonom senior dan tokoh lingkungan hidup, Prof Emil Salim, mengatakan, transisi energi hijau sangat penting untuk mengatasi krisis iklim. Pembakaran energi fosil, seperti batubara dan minyak bumi, melepaskan zat-zat cemar ke udara yang membuat suhu bumi semakin panas.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan