Gadis Kretek, serial web Indonesia karya sutradara Kamila Andini dan Ifa Ifansyah yang baru-baru ini ditayangkan di Netflix, berhasil membuat saya menangis sesenggukan dari pertengahan episode 3 hingga akhir. Meski saya belum membaca novel Gadis Kretek yang ditulis oleh Ratih Kumala, filmnya saja sudah sukses membawa saya membayangkan bagaimana nasib saya jika masuk dalam daftar salah satu tahanan politik (tapol) ataupun keluarga tapol dan menjadi korban persekusi di masa tahun ’60-an.
Lima episode yang masing-masing berdurasi sekitar 60 menit itu menyajikan foto-foto yang memiliki peran dalam menelusuri sejarah dan jati diri Dasiyah, atau dikenal dengan Jeng Yah (Dian Sastrowardoyo). Foto-foto yang turut membuka sejarah hubungan Dasiyah dengan Soeraja muda (Ario Bayu) dan Seno (Ibnu Jamil). Peran foto sebagai katalis untuk menjelajahi identitas diri dijelaskan melalui konsep elisitasi foto oleh Harper (2002).