BookCabin, Pemain Baru Agen Perjalanan Daring Nusantara
Lion Air Group memperluas jangkauan bisnis dengan agen perjalanan daring. Iklim berusaha yang sehat perlu diupayakan.
Ragam pemangku kepentingan saling terkait dalam industri pariwisata yang terus berkelindan seiring berjalannya waktu. Aneka inovasi juga turut mengikuti guna menjaring pasar yang lebih besar. Daerah-daerah yang selama ini nyaris tak terjamah perlahan popularitasnya meningkat.
Salah satu penopang pariwisata adalah keberadaan agen perjalanan daring (online travel agent/OTA). Dalam laporan Statista, pangsa pasar perjalanan daring dunia diestimasikan mencapai 600 miliar dollar AS pada 2023. Angka itu setara Rp 9.439,2 triliun dengan kurs Rp 15.732 per dollar AS. Nominalnya diperkirakan tumbuh perlahan pada tahun-tahun setelahnya.
Baca juga: Dominasi Grup Lion di Angkasa
Lion Air Group, misalnya, melebarkan sayapnya dengan menciptakan OTA bernama BookCabin. Platform baru ini dapat mempermudah dan mendukung komunikasi konsumen dengan maskapai penerbangan yang menaungi Lion Air Group, yakni Batik Air, Lion Air, Super Air Jet, dan Wings Air.
”Nanti kami banyak memberikan banyak keuntungan (bagi konsumen) yang bisa didapatkan dengan menggunakan OTA BookCabin ini. Kami sedang gencar-gencarnya mempromosikan BookCabin ini,” ujar Presiden Direktur Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi di Gedung Lion Air, Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Lion Air Group mengoperasikan 300 pesawat yang membuatnya menjadi maskapai terbesar di Asia Tenggara. Platform agen perjalanan daring BookCabin semakin melengkapi layanan Lion Air Group karena memudahkan penumpang mendapatkan kebutuhan perjalanan mereka.
Secara terpisah, Chief Marketing Officer BookCabin Abraham Nandiwardhana yang ditemui di sela acara Kompas Travel Fest (KTF) di Jakarta, Kamis (19/9/2024), mengatakan, platform di bawah Lion Air Group ini memiliki karakteristik yang unik, berbeda dibandingkan OTA lainnya. Sebab, platform tersebut termasuk produk bawaan maskapai.
”Kami khusus maskapai di bawah Lion Air Group sudah pasti punya armadanya. Jadi istilahnya, kami bisa berikan kepastian dan kenyamanan pada para pelanggan bahwa jika Bapak dan Ibu terbang menggunakan maskapai Lion Air Group dipastikan ketersediaan armadanya,” kata Abraham.
Kelebihan lainnya, BookCabin memberikan harga yang kompetitif, khususnya tiket penerbangan. Promosi-promosi penerbangan dapat diberikan dengan lebih leluasa sesuai kebutuhan konsumen.
Baca juga: Kompetisi Vs Kolaborasi Agen Perjalanan Wisata
Salah satunya melalui program CabinClub yang berlangsung hingga akhir November 2024, dikutip dari siaran pers Lion Air Group. Pelanggan akan mendapatkan poin dan sejumlah keuntungan lain saat memesan tiket melalui aplikasi BookCabin, khusus untuk pemesanan tiket dari salah satu maskapai Lion Air Group. Promosi berupa bonus poin yang jumlahnya mencapai lima kali lipat lebih besar dari biasanya. Dengan poin ini, konsumen dapat menukarkannya dengan berbagai suvenir, antara lain laptop, ponsel, dan tiket pesawat.
BookCabin yang lahir sejak akhir tahun 2023 juga memberi kesempatan bagi konsumen untuk meningkatkan fasilitas penerbangan yang dibeli, dari kelas ekonomi menjadi kelas bisnis. Tentunya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
”Kami juga memberi pelayanan komprehensif kepada pelanggan walau kami aplikasi berbasis daring. Kami bukan tour and travel offline. Kami juga punya kru yang siap bantu para pelanggan di bandara yang disebut duta BookCabin,” ujar Abraham.
Serupa dengan aplikasi, situs BookCabin didominasi warna biru dan putih dengan corak oranye. Penumpang dapat memilih bandara serta tanggal keberangkatan dan tujuan. Konsumen dapat memilih kelas penerbangan, ekonomi atau bisnis.
Selain penerbangan, konsumen juga dapat memesan hotel dari BookCabin. Ada pula paket gabungan dengan harga lebih ekonomis, jika penumpang memesan tiket pesawat dan hotel. Hal ini tak hanya berlaku dalam negeri, tetapi juga negara-negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Taiwan, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab.
Dongkrak bisnis hotel
Serupa dengan OTA lainnya, BookCabin juga menyediakan tiket-tiket penerbangan dari maskapai lain. Ada juga hotel-hotel dari beragam kelas yang dapat dipesan.
Survei Statista Consumer Insights Global menunjukkan, hotel merupakan produk yang paling banyak dipesan secara daring di AS pada 2023. Tren berbeda ditunjukkan dari belahan bumi lain. India, misalnya, paling laku dengan penjualan tiket keretanya.
”Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan regional adalah aspek penting terhadap pasar perjalanan daring,” seperti dikutip dari laman laporan Statista.
Sebaliknya, bisnis perhotelan pun banyak terbantu karena kehadiran OTA. Sebab, OTA membantu pemasaran hotel dengan menggerakkan kanal-kanal distribusinya. Kanal ini juga membuktikan terintegrasinya antarbisnis lain, seperti moda transportasi dan tempat pariwisata.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, OTA yang berafiliasi dengan maskapai penerbangan biasanya memanfaatkan promosi paket tiket pesawat dengan hotel. Alhasil, harga hotel akan tetap atau statis, alih-alih dinamis seperti OTA pada umumnya.
Dahulu, konsumen hanya mengenal agen perjalanan secara manual, baik bertatap muka langsung maupun melalui brosur. Saat ini, banyak pendekatan yang bisa dilakukan, antara lain business to business (B2B), direct to corporate atau langsung pada pihak korporasi, dan direct to consumer alias layanan langsung kepada konsumen.
”Namun, kami tidak bisa mungkiri, mayoritas kontribusi dari penjualan OTA ini juga cukup besar. Kenapa begitu? Karena OTA itu, dia bisa mengonsolidasikan berbagai macam jenamadi dalam platform itu,” tutur Maulana.
Baca juga: Membangun Pariwisata untuk Apa dan untuk Siapa?
Maulana mengatakan, sejumlah hotel yang bergantung pada OTA maka tingkat kontribusinya hingga di atas 40 persen. Peran platform tersebut dinilai sangat besar.
Meski OTA kini pamornya makin meningkat, peran agen perjalanan luring masih dibutuhkan. Sebab, kedua kanal ini menyasar pangsa pasar yang berbeda.
OTA, Maulana melanjutkan, lebih banyak digunakan dan diminati konsumen-konsumen atau pelaku perjalanan personal. Sebab, perdagangan jasa juga bersaing dengan platform digital. Fenomena ini tak dapat terelakkan. Namun, agen perjalanan luring biasanya masih dimanfaatkan konsumen yang berencana bepergian dalam satu kelompok besar.
”Kalau bagi kami di bisnis hotel, kami fokus pihak yang mendatangkan pasar. Kelebihan offline travel agent itu, kan, jaminan pemesanan. Offline travel agent itu kalau tiap reservasi sudah gratis,” kata Maulana.
Baca juga: Nomenklatur Terpecah Berisiko Hambat Pencapaian Target Kinerja
Meski demikian, pemilik hotel tak dapat menurunkan harga yang tertera pada OTA karena mengikuti kebijakan parity atau kesetaraan harga. Pemberian komisi ke OTA juga dinilai cukup tinggi berkisar 23-25 persen.
”Jadi, konsumen tak ada masalah, tetapi pihak hotelnya itu tidak survive. Belum lagi kalau kita konsumen belinya dari OTA asing. Kami diwajibkan membayar pajaknya 20 persen karena tak memiliki parity. Hal semacam ini yang semestinya ada proteksi dari pemerintah,” tutur Maulana.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah menilai, OTA yang hadir di Indonesia malah mengancam industri agen perjalanan karena beroperasi tanpa mengantongi izin biro perjalanan.
Selama ini, Asita sempat dilibatkan OTA untuk bekerja sama. Namun, tak seluruh OTA memiliki program serupa untuk merangkul biro perjalanan lokal.
”Perlahan, kami upayakan tetapi tetap dengan OTA yang berizin. Kami coba rangkul juga menjadi anggota Asita selama memenuhi persyaratan. Sebanyak 60 persen pangsa pasar diambil mereka (OTA),” kata Budijanto.
Asita pun berupaya berinovasi dengan menciptakan sistem pemesanan (booking system). Namun, mereka mengakui jika performanya tak secanggih milik para OTA.
Baca juga: Booking.com, Agoda, dan Airbnb Akhirnya Melakukan Registrasi
Ditopang kelas menengah
Bisnis OTA diperkirakan akan tumbuh seiring mobilitas masyarakat Indonesia yang cukup tinggi, tanpa pembatasan aktivitas ekonomi. Konsumsi masyarakat kelas menengah walau menyusut, masih tetap akan jadi penopang.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, besarnya bisnis hiburan dan pariwisata mendorong maskapai mengembangkan aplikasi secara mandiri. Pemesanan lewat situs, baik maskapai maupun hotel, juga sudah cukup gencar dilakukan pihak penyedia layanan.
”Mereka yang punya layanan pasti berusaha untuk mengooptasi lini bisnis pemesanan melalui layanan bisnis mereka masing-masing. Jadi, make sense penyedia layanan mengembangkan aplikasinya masing-masing,” tutur Nailul.
OTA maskapai dapat meraup untung lebih dalam karena memiliki layanan yang dijual. Namun, OTA digital perusahaan rintisan (start up) mempunyai produk lainnya sehingga dapat digabung dengan beragam paket menarik lainnya. Ada pula program afiliator yang dapat mengiklankan pada masyarakat yang lebih luas. Start up cenderung lebih leluasa bekerja sama dengan pihak ketiga sehingga ditemukan ragam layanan lain berupa atraksi, paket internet, bahkan sewa kendaraan atau penjemputan.
”Dari sisi konsumen, tentu harga dan layanan dari OTA maskapai akan jadi faktor (penentu),” ujar Nailul.
Iklim usaha sehat
Kehadiran OTA semestinya dapat melengkapi dan mendongkrak bisnis para pelaku usaha lain pada sektor pariwisata, termasuk pebisnis hotel. Guna menciptakan iklim usaha sehat, maka agen perjalanan luring juga perlu dilibatkan demi mempertahankan eksistensinya.
Maulana mengatakan, iklim persaingan usaha yang sehat perlu diupayakan. Pelaku usaha semestinya tak diwajibkan menganut parity karena persaingan semestinya berpatokan untuk memberikan pelayanan terbaik.
Pemerintah juga perlu menjaga persaingan usaha dengan memberikan regulasi yang harus dipatuhi seluruh pelaku yang terlibat. Jangan malah mendukung pihak yang tak mengikuti perizinan, tetapi mendapatkan lebih banyak keuntungan dibandingkan pelaku usaha lain yang patuh aturan.
Pelaku usaha, Maulana melanjutkan, perlu didorong untuk bersaing dengan memberikan pelayanan terabaikan. Alhasil, tiap pelaku usaha akan mengupayakan kualitasnya masing-masing.
OTA asing, khususnya, tak memiliki kantor di Indonesia karena tak diwajibkan memiliki badan usaha. Imbasnya, platform ini juga tak menyerap tenaga kerja. Konsumen pun dapat dirugikan karena ketika masalah terjadi, komplain hanya dapat dilakukan melalui telepon atau sambungan surat elektronik. Imbasnya, mereka akan mengeluh kepada pihak hotel.
”Kalau dia enggak punya kantor (di Indonesia), konsumennya enggak terlindungi. Regulasi itu penting dijaga pemerintah supaya terjadi persaingan sehat,” kata Maulana.
Baca juga: Pengusaha Pariwisata dan Kreatif Berharap Dipimpin Praktisi Profesional