Kisah Ikan Asap dari Bacan dan Camilan Karya Mama-mama Obi
Kurang lengkap ke Labuha, Halmahera Selatan, Maluku Utara, jika tidak membeli ikan asap dan batu akik Pulau Bacan.
Wa Ode Amriati (23) tengah sibuk membalik ikan-ikan tuna segar di atas perapian warungnya di Desa Tembal, Kecamatan Bacan Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, saat kami tiba beberapa waktu lalu. Aroma daging ikan segar, yang tengah diasapi di atas bara tempurung kelapa, menguar harum menjadi satu dengan hasil proses serupa di sejumlah warung pengasapan ikan di kawasan itu.
Kami membeli beberapa ikan tuna asap untuk oleh-oleh ke Jakarta dari Labuha, ibu kota Halmahera Selatan. Harganya bervariasi berkisar Rp 25.000 per ekor hingga Rp 35.000 per ekor sesuai ukuran ikan.
Tidak lengkap rasanya ke Labuha tanpa membawa oleh-oleh ikan asap dan batu akik. Apalagi, Labuha berada di Pulau Bacan, yang ditempuh dengan penerbangan sejauh sekitar 2.588 kilometer arah timur Jakarta.
”Selain dari orang sini, sekarang semakin banyak tamu dari luar Labuha yang datang membeli cakalang fufu. Bahkan, ada juga orang asing yang beli cakalang fufu untuk mereka nikmati langsung,” tuturnya.
Saat orang asing, yang merupakan pekerja di kawasan industri hilirisasi nikel Harita di Pulau Obi, tersebut, berbelanja, biasanya Amriati berkomunikasi menggunakan aplikasi kalkulator gawai. ”Biasanya mereka membeli satu ekor sampai dua ekor untuk langsung dimakan,” ucap Amriati, Jumat (6/7/2024).
Amriati bisa mengasapi sedikitnya 50 kilogram ikan segar setiap hari. Dia membeli ikan di Pelabuhan Perikanan Panambuang.
Ketersediaan jenis ikan yang diasapi juga bergantung pada tangkapan nelayan. Mereka bisa membeli ikan cakalang strip, cakalang, dan ekor kuning.
Ikan-ikan segar hasil tangkapan nelayan tersebut kemudian dibersihkan, lalu ditusuk bambu untuk diasapi. Pengasapan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Pulau Bacan untuk mengawetkan makanan.
Baca juga: Geliat Ekonomi di Sekitar Kawasan Tambang Pulau Obi
Cukup banyak berdiri usaha pengolahan ikan segar atau fufu di Jalan Raya Mandoang, Labuha, tersebut. Warung-warung ikan asap tersebut berdiri berdampingan dan ada juga berhadapan di jalan lurus yang cukup ramai dilalui orang di Labuha.
Ode Gaus (65) sudah 10 tahun terakhir menjalankan usaha fufu setelah berhenti sebagai nelayan. ”Enam bulan terakhir malah ada 10 warung fufu baru di sini. Alhamdulillah, semua kebagian rezeki masing-masing,” ujarnya sambil tersenyum.
Sesekali Gaus menyemprotkan air untuk mematikan api yang menyala dari bara. ”Kalau apinya besar bisa hangus bagian luar ikannya dan bagian dalamnya jadi kurang matang,” jelasnya.
Baik Amriati maupun Gaus juga melayani pengiriman ikan asap ke sejumlah kota, seperti Ternate (ibu kota Maluku Utara), Makassar (Sulawesi Selatan), dan kota-kota di Pulau Jawa. Mereka menjadi bagian dari banyak pelaku usaha pengolahan hasil laut yang selama beberapa tahun terakhir semakin berkembang di Labuha.
Rumah Makan Ramadany 2 yang menghadap pantai di Desa Tembal tampak ramai pengunjung saat kami tiba, Jumat (5/7/2024) siang. Setelah duduk dan memilih menu yang dipesan, tampak poster besar berisi daftar makanan dan minuman yang tersedia lengkap dengan aksara mandarin.
”Dulu pelayan kami kewalahan menjelaskan apa isi menu tersebut dan berapa banyak isi porsinya kepada tamu asing yang mau makan. Akhirnya kami cantumkan juga aksara mandarin sehingga mereka bisa lebih mudah memilih menu dan memesannya,” ujar Mukarramah (23), adik ipar pemilik Ramadany 2, Muhdi Umar (55).
Baca juga: Berpacu Bangun Ekosistem Sebelum Momentum Nikel Berlalu
Mukarramah membantu kakaknya, Sri Wahyuni, mengelola rumah makan suaminya, Muhdi Umar. Belakangan ini, banyak juga orang asing yang makan di Ramadany 2.
Kebetulan Mukarramah adalah sarjana hubungan internasional Universitas Muhammadiyah Malang yang wisuda tahun 2023. Sambil menunggu kesempatan melanjutkan studi master, dia membantu pengelolaan Ramadany 2 tersebut dengan keahlian berbahasa mandarin yang cukup fasih.
Sejak Mei 2024, mereka menambahkan aksara mandarin dalam daftar menu. Selain lebih mudah memilih dan memesan, terkadang ada juga orang asing yang menawar harga kepada pelayan, yang tentu saja sulit untuk memenuhinya.
Rumah makan tersebut terus berkembang seiring meningkatnya kunjungan tamu, baik warga lokal, dari luar kota, maupun orang asing. Koki Rumah Makan Ramadany 2 sangat sibuk melayani pesanan para tamu.
Dari awalnya berdiri mereka hanya menyediakan menu ikan bakar dabu-dabu, ikan bakar dengan cocolan potongan tomat, bawang merah, cabai, dan siraman air limau, kini menu mereka semakin beragam yang ditambahkan sesuai permintaan para tamu.
”Jadi menu bertambah cocok dengan permintaan mereka,” tutur Mukarramah.
Omzet harian pun belakangan ini semakin meningkat. Sebelum pandemi Covid-19, mereka menjual sekitar 15 kilogram ikan dan sari laut lainnya setiap hari.
Kini, mereka bisa menjual sedikitnya 25 kilogram ikan dan hasil laut lainnya setiap hari. Bahkan, jika ada acara-acara khusus di pantai maka omzetnya bisa naik menjadi 30 kilogram per hari.
”Sambil menonton acara hiburan di pantai, mereka memesan makan di tempat kami untuk dimakan sambil bersantai,” kata Mukarramah.
Kesibukan melayani tamu di Rumah Makan Ramadany 2 membawa berkah bagi warga sekitarnya. Kini rumah makan tersebut mempekerjakan 15 orang untuk melayani tamu.
Ada yang menjadi asisten koki, pembuat minuman, pelayan, pencuci piring, sampai petugas kebersihan. Mereka juga berlatih untuk bisa merespons tamu yang berbahasa Mandarin saat memesan makanan dan minuman.
”Kami berbelanja ikan kepada nelayan pancing langsung. Harganya kami naikkan di atas harga pasar sehingga kami selalu dapat ikan yang segar,” ujar Mukarramah.
Lokasi Rumah Makan Ramadany 2 cukup strategis karena berada di tepi jalan utama di sepanjang pantai yang menghubungkan Pelabuhan Semut dan pusat Kota Labuha. Pelabuhan Semut semakin ramai sejak Harita Nickel mengembangkan kawasan ekonomi khusus hilirisasi nikel di Pulau Obi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan.
Ada beberapa kapal motor penumpang membawa pekerja dari Pulau Obi bersandar di Pelabuhan Semut setiap hari. Banyak dari mereka singgah ke Ramadany 2 untuk menikmati kuliner khas setempat sambil beristirahat setelah berlayar sekitar 4 jam dari Pulau Obi.
Pelabuhan Semut, yang berada di Desa Kupal, Bacan Selatan, menjadi pilihan bagi warga yang ingin bepergian antarpulau menggunakan speedboat. Pelabuhan itu kini semakin sibuk berkat aktivitas bongkar muat penumpang kapal milik Harita Nickel, yang mengantar dan menjemput pekerja.
Warga Desa Kupal yang berdagang di Pelabuhan Semut, Wisma Suni (32), bercerita, pelabuhan tersebut kini semakin ramai. ”Sejak ada kapal perusahaan, sekarang makin ramai pelabuhan ini. Yang belanja di tempat kami pun jadi lebih banyak lagi,” ujarnya.
Wisma membuka warung mi instan, kopi, kue, dan jajanan sejak tahun 2016. Dia merasakan betul perkembangan usahanya selama delapan tahun terakhir.
Warungnya menjadi salah satu tempat favorit penumpang menunggu kapal dan orang-orang yang beristirahat sejenak setelah lelah digoyang gelombang ombak selama berlayar dari Pulau Obi ke Pulau Bacan.
”Banyak manfaat positif yang kami dapatkan sejak semakin ramai pekerja yang datang ke sini,” tutur Wisma.
Halmahera Selatan merupakan daerah otonom yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Halmahera Selatan sampai semester II-2023 memiliki penduduk terbanyak dari tujuh kabupaten dan dua kota lain di Provinsi Maluku Utara, yakni sedikitnya 269.900 jiwa. Sektor usaha perdagangan dan jasa pun mulai menggeliat di Labuha seiring semakin tingginya mobilitas orang ke sana.
Baca juga: Memadukan Aktivitas Pertambangan dengan Praktik Berkelanjutan dan Energi Terbarukan
Untuk mencapai Labuha, Halmahera Selatan, kami menggunakan pesawat Batik Air dari Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, yang terbang sekitar 3 jam 45 menit ke Bandara Sultan Babullah, Kota Ternate, ibu kota Provinsi Maluku Utara, lalu terbang lagi 45 menit menggunakan pesawat ATR-72 Wing’s Air ke Bandara Oesman Sadik, Labuha.
Bagi mereka yang tidak kebagian kursi di pesawat, bisa menumpang feri selama delapan jam dari Ternate ke Labuha di Pulau Bacan dengan ongkos Rp 135.000 per penumpang. Dari Labuha, kami menumpang kapal cepat sekitar 3 jam hingga 4 jam menuju Pulau Obi tergantung kondisi cuaca.
Mobilitas penumpang pesawat udara juga cukup tinggi seiring perkembangan investasi Harita Nickel di Halmahera Selatan.
Selain menginap di Labuha untuk beristirahat sambil menunggu jadwal penerbangan ke Ternate, para pekerja Harita Nickel juga makan di berbagai rumah makan serta berbelanja oleh-oleh khas Halmahera Selatan, seperti cakalang fufu. Kondisi ini membuat mereka turut menggerakkan sektor riil di Halmahera Selatan.
Di Pulau Obi, tempat Kawasan Industri Harita berada, ada lebih banyak lagi orang yang berkembang secara ekonomi berkat aktivitas ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Warga setempat, La Upi (43), enam tahun terakhir membuka toko kebutuhan pokok di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, yang berbatasan langsung dengan kawasan industri Harita.
”Tiga tahun terakhir memang semakin bagus perkembangan usaha di sini. Perputaran uang semakin bagus,” ujar La Upi, yang ditemui setelah menjemput paket belanjaannya di Pelabuhan Panji Baru, Kawasi. Pelabuhan ini dibangun Harita Nickel tahun 2021 dan kini sudah dimanfaatkan untuk kapal-kapal antarpulau berlabuh.
Dia mempekerjakan 10 orang di tokonya saat ini menyesuaikan untuk melayani kebutuhan pelanggan yang terus meningkat. Salah satu pekerjanya, Ferdiansyah (18), bekerja di toko La Upi sejak dua tahun lalu. Dia bekerja sebagai sopir mobil pikap La Upi untuk menjemput barang belanjaan ke pelabuhan dan mengantar ke toko.
”Barang-barang ini saya belanja di Ternate, Manado, dan Surabaya. Kemudian dikirim menggunakan kapal,” jelas La Upi.
Di sekitar Pelabuhan Panji Baru saja warga mulai mendirikan warung-warung makan dan kebutuhan pokok. Para pekerja pelabuhan dan masyarakat yang datang pun berbelanja di warung-warung tersebut.
Salah satu inisiatif masyarakat Desa Kawasi yang berkembang pesat berkat pendampingan tim Corporate Social Responsibility (CSR) Harita Nickel adalah usaha mikro keripik pisang, keripik talas, sambal roa, dan abon ikan cakalang dengan jenama Obi Snack. Penggerak perempuan pelaku usaha mikro keripik pisang di Kawasi, Suryani Jawardi Jorongan (52), bangkit mengembangkan usaha keripik pisang setelah bertemu tim CSR Harita Nickel dalam acara sosial Majelis Taklim Al Hidayah, Kawasi, tahun 2019.
Suryani, yang juga bendahara Majelis Taklim Al Hidayah, antusias menjadi tuan rumah pelatihan produksi keripik pisang yang diadakan tim CSR Harita Nickel. Ketekunan mengikuti pelatihan dan keuletan Suryani, yang akrab dipanggil Mama Cahya, membawanya lambat laun mulai berhasil.
Kini, usaha produksi keripik pisang, talas, dan abon ikan cakalang tersebut beranggotakan 19 ibu-ibu. Mereka bekerja sesuai porsi masing-masing di rumahnya, lalu disetor ke Suryani untuk proses pengemasan dan penjualan.
”Omzet kami tahun 2020 sudah mencapai Rp 50 juta per bulan. Kami juga terus mencari peluang pasar baru dengan menawarkan ke perusahaan-perusahaan yang ada di Pulau Obi,” tutur Suryani.
Para perempuan yang terlibat dalam usaha tersebut rata-rata ibu rumah tangga istri petani dan nelayan. Kondisi ini yang membuat mereka secara ekonomi hidup kekurangan sehingga begitu ada usaha produksi keripik dan abon ikan tersebut, ibu-ibu langsung semangat untuk terlibat.
Berkat dukungan tim CSR Harita Nickel, sejak 2021, ibu-ibu tersebut bisa membuka warung kebutuhan pokok bernama Hop Mart. Kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Obi Jaya Mandiri, yang Suryani dan para ibu-ibu bentuk, terus bertumbuh dengan 31 anggota tahun 2023 dan 43 orang tahun 2024. Laba usaha mereka tahun 2023 juga mencapai Rp 200 juta.
”Saya dan ibu-ibu di Kawasi kini jadi lebih berkembang dan mengenal dunia luar berkat aktif di kelompok usaha ini. Kami juga mendapatkan ilmu berbisnis dan kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat yang lebih baik berkat pendampingan tim CSR Harita Nickel. Yang paling utama, semua usaha ini menghasilkan uang untuk perekonomian keluarga kami di rumah,” kata Suryani.
Pemasok lokal
Pengembangan UMKM oleh tim CSR Harita Nickel kini telah melahirkan enam unit bisnis, yakni Hop Mart, Nyala Café, Obi Snack, RUTE, Pro-Mama, dan Prosa. Total pendapatan yang diraih keenam unit bisnis UMKM tersebut sepanjang semester I-2024 mencapai Rp 1,97 miliar.
Kehadiran Kawasan Industri Harita di Pulau Obi turut menggerakkan sektor riil wilayah di sekitarnya. Harita Nickel merupakan produsen nikel yang memiliki area pertambangan dan industri pengolahan di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Harita Nickel memiliki sedikitnya 30.000 pekerja di Pulau Obi dengan 85 persen di antaranya adalah warga negara Indonesia. Separuh dari pekerja Indonesia tersebut berasal dari Maluku Utara, termasuk Ternate dan Labuha.
Manajemen Harita Nickel menyediakan berbagai benefit untuk ribuan pekerjanya dengan melibatkan puluhan pemasok lokal, misalnya makan gratis. Tim CSR Harita Nickel terus mendorong dan mendampingi pelaku usaha lokal untuk dapat memenuhi standar minimum pemasok kebutuhan konsumsi para pekerja Harita Nickel untuk meningkatkan transaksi ekonomi di Labuha dan Ternate karena banyak karyawan Harita yang berasal dari daerah tersebut.
Program Gerakan Kemandirian dan Penguatan Pelaku Usaha Desa (Gemar Papeda) telah mengembangkan 65 pemasok lokal, yang mempekerjakan 254 pekerja dan nilai transaksinya mencapai Rp 14 miliar per bulan selama semester I-2024. Ada juga pengembangan 40 hektar sawah, pembentukan 26 kelompok tani, dan pendampingan UMKM yang melibatkan 414 perempuan turut berkolaborasi memasok kebutuhan Harita Nickel sesuai kemampuan pemasok lokal.
Head of External Relations Harita Nickel Latif Supriadi mengatakan, manajemen terus berupaya meningkatkan perekonomian lokal masyarakat Pulau Obi dengan menciptakan nilai bersama, terutama mengintegrasikan pemasok lokal ke dalam rantai nilai, khususnya untuk bahan baku makanan. Setiap desa didorong memproduksi bahan baku makanan dengan konsep satu desa satu produk (one village one product) dan memasok hasil panennya ke Harita Nickel.
”Dengan berkolaborasi bersama pemerintah daerah, kami berupaya terus meningkatkan kualitas hidup dan pembangunan bagi masyarakat,” ucap Latif.
Memang, sejak Presiden Joko Widodo tegas melarang ekspor bijih nikel tahun 2020 dan mewajibkannya diolah di dalam negeri, rantai nilai bijih nikel pun bertambah di daerah. Bijih nikel diproses menjadi feronikel, nickel pig iron, dan nickel matte, terlebih dulu sebelum diekspor sehingga proses produksi pun menjadi lebih panjang di daerah, yang turut meningkatkan konsumsi lokal.
Berdasarkan data BPS, ada lonjakan volume ekspor feronikel (Kode HS 72026000) dari 1,5 juta ton pada 2019 menjadi 5,7 juta ton tahun 2022. Nilainya pun meningkat dari 2,5 miliar dollar AS (Rp 35 triliun) pada 2019 menjadi 13,6 miliar dollar AS (Rp 210,8 triliun) tahun 2022. Negara tujuan ekspor Indonesia adalah China, India, Korea Selatan, dan Taiwan (Kompas, 6/3/2024).
Ditemui di Ternate, Senin (1/7/2024), Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Khairun Nurdin I Muhammad mendorong manajemen Harita Nickel lebih terbuka dan komunikatif di Maluku Utara. Menurut dia, kehadiran Harita Nickel sebagai proyek strategis nasional membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Maluku Utara.
Ada siklus ekonomi sektor riil Maluku Utara yang bergerak seiring penanaman modal Harita Nickel di Pulau Obi. Selain peluang usaha pemasok kebutuhan harian sedikitnya 30.000 pekerja di Pulau Obi, sektor-sektor lain, seperti jasa pariwisata, hotel, dan kuliner, akan turut berkembang juga di Halmahera Selatan, terutama Obi dan Labuha.
”Pemerintah daerah perlu lebih inovatif mengembangkan obyek-obyek wisata selam dan pantai yang dapat menarik minat para pekerja tambang untuk berwisata dan belanja di Maluku Utara,” kata Nurdin.