logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊPerdagangan Karbon di...
Iklan

Perdagangan Karbon di Indonesia Meningkat, Insentif Masih Minim

Insentif dinilai penting karena pengurangan emisi berbiaya mahal, yang, antara lain, untuk ongkos penggunaan teknologi.

Oleh
ERIKA KURNIA
Β· 0 menit baca
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (10/6/2024). PLTU ini memanfaatkan biomassa seperti potongan kecil kayu sebagai campuran batubara atau <i>co-firing</i>. Program <i>co-firing</i> diklaim bisa mengurangi emisi karbon serta menggerakkan perekonomian masyarakat. Sejumlah biomassa bertambah nilai ekonominya karena terserap untuk proram <i>co-firing</i> ini.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (10/6/2024). PLTU ini memanfaatkan biomassa seperti potongan kecil kayu sebagai campuran batubara atau co-firing. Program co-firing diklaim bisa mengurangi emisi karbon serta menggerakkan perekonomian masyarakat. Sejumlah biomassa bertambah nilai ekonominya karena terserap untuk proram co-firing ini.

JAKARTA, KOMPAS β€” Perdagangan karbon di Indonesia oleh pelaku industri secara perlahan terus meningkat. Namun, insentif untuk menggairahkan transaksi tersebut dinilai masih minim. Hal ini dibutuhkan oleh sektor swasta yang mulai sadar untuk memitigasi dengan menjalankan bisnis berkelanjutan atau ramah lingkungan.

Perdagangan karbon yang salah satunya dikerjakan dengan mekanisme pengimbangan (offset) unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan kegiatan manusia atau industri, dikerjakan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) PT Bursa Efek Indonesia Tbk, di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejak peluncuran bursa tersebut pada 26 September 2023 hingga 19 Juli 2024, jumlah kredit karbon yang dijualbelikan telah mencapai 609.005 ton unit karbondioksida (CO2) senilai Rp 36,8 miliar.

Editor:
ARIS PRASETYO
Bagikan