Politisasi Membuat BUMN Kopong
Transformasi BUMN berkontribusi besar terhadap keuangan negara. Namun, politisasi mengancam laju BUMN.
![Ilustrasi salah seorang anggota Federasi Serikat Pekerja (FSP) Sinergi BUMN dalam acara pembacaan rekomendasi Rakernas FSP Sinergi BUMN Ke-V, di Jakarta, beberapa waktu lalu.](https://cdn-assetd.kompas.id/bmv9JkCNXrp1YiAs28LmkZmh6IA=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F04%2F10%2F51801685-c9cd-47ab-bef7-19cfa2bda8db_jpg.jpg)
Ilustrasi salah seorang anggota Federasi Serikat Pekerja (FSP) Sinergi BUMN dalam acara pembacaan rekomendasi Rakernas FSP Sinergi BUMN Ke-V, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Proses transformasi yang dilakukan pemerintah di tubuh badan usaha milik negara atau BUMN sehingga entitas ini mampu menyetorkan nominal dividen terbesar sepanjang sejarah kepada negara, mencapai Rp 82,1 triliun, patut diapresiasi. Namun, sayangnya, politisasi berpotensi menghambat ruang gerak BUMN terhambat sehingga sulit melompat apa lagi mengglobal.
Sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, perusahaan negara bukan sekadar melakukan fungsi komersial. Lebih dari itu, BUMN punya peran menjalankan fungsi layanan publik, di antaranya penyedia layanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pengelola cabang-cabang produksi sumber daya alam, hingga alat pemerintah dalam menata kebijakan perekonomian.