Hilirisasi Nikel
BASF-Eramet Pamit dari Proyek Rp 42 Triliun di Maluku Utara, Sejumlah Alasan Mencuat
Perubahan lanskap nikel global menjadi alasan mundurnya BSAF-Eramet dari Maluku Utara. Isu lingkungan juga mencuat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F06%2F80413b05-d3ae-480c-b130-3abea411132b_jpg.jpg)
Foto aerial pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi high pressure acid leaching (HPAL) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (25/11/2023).
AMBON, KOMPAS — Perusahaan bahan kimia Jerman, Badische Anilin Soda Fabrik, dan perusahaan tambang Perancis, Eramet, kompak membatalkan investasi fasilitas pemurnian nikel senilai 2,6 milliar dollar AS atau setara Rp 42 triliun di Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Keputusan diambil karena adanya perubahan lanskap pasar nikel global. Namun, masalah lingkungan diduga juga menjadi alasannya.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Septian Hario Seto menjelaskan, pemerintah menyayangkan keputusan Badische Anilin Soda Fabrik (BASF) dan Eramet mundur dari investasi bernama proyek Sonic Bay. Proyek ini mulai dibahas sejak 2020.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 11 dengan judul "BASF-Eramet Mundur dari Proyek Rp 42 Triliun".
Baca Epaper Kompas