HILIRISASI
Ironi Kemiskinan di Sentra Nikel, Pekerjaan Rumah Pemerintah Menumpuk
Pemerintah mengakui hilirisasi belum mampu menyejahterakan masyarakat dan perlu dibenahi. Namun, itu butuh waktu.
![Pekerja melintas di jalan depan kawasan industri PT IMIP, di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (28/12/2023). Puluhan ribu pekerja ditampung di perusahan nikel terbesar di Sulawesi Tengah ini.](https://assetd.kompas.id/Nv2XzeSmKhnMcgsMafkg2xa8Tl4=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F28%2F18cf0a62-e565-4803-befa-02384e3de357_jpeg.jpg)
Pekerja melintas di jalan depan kawasan industri PT IMIP, di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (28/12/2023). Puluhan ribu pekerja ditampung di perusahan nikel terbesar di Sulawesi Tengah ini.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengakui angka kemiskinan di kawasan sentra hilirisasi nikel masih tinggi, tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi ”dua digit” yang dicapai. Ada pekerjaan rumah menumpuk yang harus segera diatasi agar hilirisasi lebih berkeadilan. Tidak hanya menguntungkan segelintir pengusaha dan penguasa, tetapi juga seluruh warga.
Maluku Utara (Malut) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah dua sentra pengolahan nikel terbesar di Indonesia saat ini. Sepanjang tahun 2023, menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), kedua wilayah itu merekam angka pertumbuhan ekonomi yang fantastis, tertinggi secara nasional.