logo Kompas.id
EkonomiDampak Kenaikan Harga Batubara...
Iklan

Dampak Kenaikan Harga Batubara pada Pengembangan EBT Terhadang Regulasi

Jika Indonesia ingin menuju dekarbonisasi, jangan ada subsidi untuk energi fosil. PLN membutuhkan opsi-opsi pembangkit listrik yang sesuai dengan prinsip-prinsip dekarbonisasi dengan ”level of playing field” yang setara.

Oleh
M Paschalia Judith J
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/O1dD3q0Xa-Wi_sFA--rdLpeouxs=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F06%2F4524b6ac-cac8-44bc-8cf7-d4756367f7e6_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang, Jakarta, Senin (7/6/2021).

JAKARTA, KOMPAS — Harga batubara acuan sepanjang Agustus 2021 yang ditetapkan pemerintah kembali mencetak rekor tertinggi, yakni 130,99 dollar AS per ton. Tren kenaikan harga batubara tersebut berpeluang mendorong pengembangan energi baru terbarukan atau EBT di Indonesia. Namun, kebijakan pemerintah mengenai kewajiban pemenuhan pasar domestik atau DMO kebutuhan batubara menghambat hal itu.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, meningkatnya harga batubara di pasar internasional sebenarnya dapat mendorong pengembangan EBT. Di Indonesia, batubara menjadi energi primer sejumlah pembangkit listrik. ”Dari struktur biaya pembangkit listrik, sekitar 40 persennya bergantung dari harga energi primer,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (6/8/2021).

Editor:
M Fajar Marta
Bagikan