logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊJebakan Subsidi Elpiji
Iklan

Jebakan Subsidi Elpiji

Para pemegang kebijakan sepatutnya belajar cepat, betapa pemberian subsidi pada barang lebih besar mudaratnya ketimbang subsidi langsung kepada orang yang berhak, termasuk subsidi elpiji 3 kilogram.

Oleh
ARIS PRASETYO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/wBcpZNtQzjr80_5-SP4xuWmlbbM=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F05%2F20190503_GAS-TABUNG_B_web_1556870729.jpg
KOMPAS/PRIYOMBODO

Aktivitas pengisian elpiji 3 kilogram di SPBE PT Sadikun, Srengseng, Jakarta Barat, Jumat (3/5/2019). Selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri, PT Pertamina (Persero) menambah pasokan elpiji 3 kg sebesar 7-8 persen dari kebutuhan normal wilayah DKI Jakarta sebanyak 1.300 metrik ton per hari. Pertamina menjamin tidak ada kenaikan harga dan kelangkaan elpiji selama Ramadhan dan Idul Fitri.

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari subsidi elpiji 3 kilogram di negara kita. Betapa pemberian subsidi pada komoditas lebih banyak mudaratnya ketimbang subsidi langsung kepada orang yang berhak. Rencana pengendalian subsidi elpiji bahkan membuat sebagian pihak tak menggunakan nalarnya dengan benar.

Sejak dikenalkan ke publik tahun 2007, harga jual elpiji 3 kg atau yang dikenal sebagai gas melon adalah Rp 4.750 per kg. Padahal, harga rata-rata elpiji nonsubsidi (keekonomian) berkisar Rp 10.000-Rp 11.000 per kg. Nilai subsidi pada gas melon jadi sekitar Rp 6.000 per kg.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan