logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊMeluruskan Nalar Subsidi...
Iklan

Meluruskan Nalar Subsidi Elpiji

Oleh sebagian politisi, pemerintah dianggap hendak menaikkan harga elpiji dan menyerahkan harga pada mekanisme pasar. Rencana penertiban subsidi sejatinya untuk menyelamatkan uang subsidi agar benar-benar tepat sasaran.

Oleh
ARIS PRASETYO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/ly7K1pt0bvnfeCHGFEqLOrz-O8o=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2FIMG_1161_1572596556.jpg
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA

Masyarakat antre membeli elpiji 3 kg di lokasi operasi pasar di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (1/11/2019). Elpiji 3 kg dalam beberapa hari terakhir langka.

Ada yang salah nalar soal rencana penertiban subsidi elpiji 3 kilogram oleh pemerintah. Pemerintah dipandang hendak menaikkan harga elpiji tersebut dan dinilai melanggar konstitusi apabila rencana itu diwujudkan. Kenapa hendak menertibkan penyaluran subsidi justru dianggap melanggar undang-undang?

Awalnya adalah elpiji 3 kilogram yang disubsidi negara dijual bebas dengan harga berkisar Rp 16.000-20.000 per tabung. Sejak diluncurkan sebagai program konversi minyak tanah ke gas di 2007, harga elpiji yang di masyarakat dikenal dengan istilah "gas melon" itu tak pernah berubah. Tujuan konversi adalah mengurangi beban subsidi penggunaan minyak tanah, yang komposisinya 99 persen mirip dengan avtur untuk pesawat terbang, dengan menggantinya menggunakan elpiji.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan