GAS BUMI
Bola di Tangan Presiden
Sejumlah skenario penurunan harga gas untuk kebutuhan industri telah jelas hitungannya. Tinggal pelaksanaan di lapangan. Apakah Presiden berani mengambil risiko lewat penghapusan bagian negara di hulu?

Salah satu anjungan pengeboran minyak lepas pantai yang dioperasikan PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero).
Dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (6/1/2020), di Jakarta, Presiden Joko Widodo tak bisa menyembunyikan kegeramannya. Tingginya harga gas untuk industri adalah penyebabnya. Seperti yang ditulis di laman kompas.id, saking gemasnya, Presiden sempat berucap hendak ngomong kasar, tetapi batal.
Terang saja Presiden gusar. Rencana menurunkan harga gas sudah disusun sejak empat tahun lalu lewat Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres itu menyebutkan, jika harga gas tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas lebih tinggi dari 6 dollar AS per juta British thermal unit (MMBTU), menteri dapat menetapkan harga gas tertentu. Penetapan itu dikhususkan untuk pengguna gas bumi bidang industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 13 dengan judul "Bola di Tangan Presiden".
Baca Epaper Kompas