logo Kompas.id
β€Ί
Pendidikan & Kebudayaanβ€ΊNenek Moyangku Seorang Pelaut ...
Iklan

Nenek Moyangku Seorang Pelaut (Terlupakan)

Sederet folklor bahari tumbuh di masyarakat dan mengandung kearifan lokal. Keberadaan folklor dapat menjadi pengingat tentang budaya bahari Nusantara yang saat ini telah memudar.

Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/w2qHbRRiQ_1holTlEIdvEK7tPf0=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F11%2F20211117SKA-kapal-3_1637159898.jpg
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI

Miniatur kapal dipamerkan di Museum Kebaharian Jakarta, Rabu (17/11/2021). Budaya bahari di Indonesia berkembang sejak dulu, bahkan sejak zaman prasejarah. masa Hindu-Buddha, hingga masa kerajaan. Namun, budaya bahari Indonesia kini tidak sekuat dulu.

Di lagu Nenek Moyangku ciptaan Ibu Sud, nenek moyang kita digambarkan begitu perkasa. Mereka pelaut yang mengarungi luasnya samudra, menembus badai, dan menunggangi ombak dengan berani. Liriknya mungkin mengadopsi zaman ratusan tahun silam saat budaya bahari Nusantara masih jaya. Kini, tidak sedikit orang lupa bahwa nenek moyangnya memang pelaut unggul.

Nenek moyang dulu tidak asing dengan laut maupun sungai. Mereka bepergian dengan perahu. Jejak mereka tergambar di lukisan dinding di sejumlah gua yang ada di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, hingga Papua. Lukisan dinding berupa perahu itu diperkirakan berusia 65.000 tahun.

Editor:
evyrachmawati
Bagikan