Perempuan Pekerja
RUU Cipta Kerja Belum Menjawab Persoalan Perempuan
Perempuan pekerja menghadapi situasi khusus terkait kesehatan reproduksi. Karena itu, kehadiran RUU Cipta Kerja yang memiliki perspektif jender menjadi harapan para perempuan pekerja.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F3d23a71c-dbad-4e36-bf84-f2444c021b91_jpg.jpg)
Para buruh dan mahasiswa memperingati Hari Perempuan Internasional dengan berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/3/2020). Selain mengecam kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap pekerja perempuan, mereka juga menyampaikan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Omnibus law dianggap menerapkan konsep sapu bersih terhadap hal-hal yang menghambat investasi, tetapi banyak pihak yang menilai omnibus law bakal banyak melanggar dan merusak hak-hak dasar warga negara jika disahkan.
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang disetujui untuk disahkan Presiden dinilai belum menjawab atas berbagai persoalan perempuan pekerja. Selama ini, sebagian perempuan pekerja menghadapi situasi kerja tidak layak dan tanpa pengakuan.
Sebaliknya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah dinantikan bertahun-tahun tak kunjung mendapat perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 0 dengan judul "UU Cipta Kerja Belum Berikan Jawaban atas Persoalan Perempuan".
Baca Epaper Kompas