logo Kompas.id
โ€บ
Pendidikan & Kebudayaanโ€บPenghayat Kepercayaan, Diakui ...
Iklan

Penghayat Kepercayaan, Diakui tapi Masih Didiskriminasi

Hingga sekarang, kelompok penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan masyarakat adat masih mengalami diskriminasi kebijakan. Praktik-praktik diskriminasi mengancam keberadaan mereka.

Oleh
Mediana
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/tfEZbKAvhl9X9HjRndGEf-jTNDM=/1024x486/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2FIMG-20200720-WA0012_1595245474.jpg
OMAN UNTUK KOMPAS

Tugu makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, disegel oleh Satpol PP Kabupaten Kuningan, Senin (20/7/2020). Penyegelan diduga karena bangunan itu belum memiliki surat izin mendirikan bangunan. Masyarakat Akur Sunda Wiwitan sudah mengurus izin tersebut, tetapi ditolak karena sejumlah alasan, seperti belum ada regulasi terkait IMB makam.

JAKARTA, KOMPAS โ€” Diskriminasi  masih dialami kelompok penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Mereka masih tersingkir meski secara konstitusional negara mengakui.

Pada 7 November 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan keseluruhan permohonan para pemohon uji materi terhadap Pasal 61 Ayat (1), (2), dan Pasal 64 Ayat (1) dan (2) UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang telah berubah menjadi UU No 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang -undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Keputusan MK secara eksplisit memandatkan jaminan kesetaraan antara agama dan kepercayaan sesuai Pasal 28E dan 29 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, sebagai warga negara yang setara, penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak sama mengakses layanan publik dengan pemeluk agama lainnya.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan