logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanWabah, Kesempatan untuk...
Iklan

Wabah, Kesempatan untuk Menguji Solidaritas dan Kemanusiaan

Anggapan bahwa wabah atau pandemi merupakan siksaan Tuhan terhadap umatnya sama sekali tidak produktif. Pandemi yang sudah terjadi sebelum zaman nabi dan rasul selalu memberikan manfaat di balik setiap persoalannya.

Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/fJVE7m-Dd9RS6qRMzxm-ozzqxxc=/1024x846/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F726px-Jules-%C3%89lie_Delaunay_1859_La_peste_%C3%A0_Rome_1585562323.jpg
JULES ELIE-DELAUNAY/RENAISSANCE MUSEUM BREST

Lukisan karya Jules Elie-Delaunay, ”La Peste a Rome (1859)”, yang menggambarkan situasi wabah di Roma, Italia.

Tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan dialami banyak orang, atau yang dikenal dengan istilah wabah, sudah muncul sejak sebelum zaman nabi dan rasul, serta berkembang seiring peradaban manusia. Wabah sebaiknya tidak semata-mata dianggap sebagai kutukan, melainkan kesempatan untuk menguji solidaritas dan kemanusiaan.

Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Oman Fathurahman dalam seminar daring ”Wabah dalam Lintasan Sejarah Umat Manusia”, Selasa (21/4/2020), menjelaskan, berdasarkan manuskrip Islam kuno, wabah merupakan sejarah kelam yang terus berulang. Wabah atau pandemi besar terjadi pertama kali adalah wabah Yustinianus (The Plague of Justinian) pada tahun 541-542 M. Wabah Yustinianus adalah pandemik yang menyerang Kekaisaran Romawi Timur, termasuk ibu kotanya, Konstantinopel.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan