logo Kompas.id
โ€บ
Pendidikan & Kebudayaanโ€บToleransi Warisan Nusantara
Iklan

Toleransi Warisan Nusantara

Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/qFV2Ref5RewhcECX0ohOl22oB0I=/1024x640/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fgoa-harimau.jpg
Kompas/Aloysius B Kurniawan

Tenaga lokal Penelitian Arkeologi Situs Goa Harimau melakukan proses pelabelan pada setiap kerangka individu Homo Sapiens di Goa Harimau, Desa Padang Bindu, Semidang Aji, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, Rabu 28 Mei 2014. Di goa inilah dua ras manusia, yaitu Austromelanesoid dan Mongoloid pernah hidup berdampingan. Keragaman dan kemajemukan di Nusantara terjadi sejak dahulu kala.

Menyikapi maraknya kasus-kasus  intoleransi yang terjadi  di sejumlah daerah, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional mencoba menyuguhkan bukti-bukti arkeologis tentang jejak-jejak toleransi di Nusantara. Tak perlu diragukan lagi, para leluhur Nusantara ternyata sudah merajut toleransi sejak dahulu kala.

Rangkuman hasil penelitian Puslit Arkenas tentang tradisi toleransi diwujudkan melalui penerbitan buku seri 1 Rumah Peradaban berjudul Jejak Silam Toleransi yang ditulis arkeolog Bambang Budi Utomo dengan editor Prof Harry Truman Simanjuntak. "Kami ingin arkeologi bisa menjawab masalah-masalah masyarakat saat ini, seperti maraknya kasus-kasus intoleransi dan massifnya penyebaran berita-berita bohong. Selain menyampaikan nilai-nilai kearifan budaya, arkeologi diharapkan juga bisa menyumbangkan kebijakan-kebijakan publik berbasis hasil-hasil riset," kata Kepala Puslit Arkenas I Made Geria, Senin (26/2) di Jakarta.

Editor:
Bagikan