logo Kompas.id
Di Balik BeritaKetika ”Kompas” Memihak Nasib ...
Iklan

Ketika ”Kompas” Memihak Nasib dan Masa Depan Petani

Oleh
Winarto Herusansono & Aditya Putra Perdana
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/UPMXkysP0LdzuR6Y7FsCTAGZAXU=/1024x678/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2017%2F09%2F20160929WHO04.jpg
Kompas/Winarto Herusansono

Curah hujan tinggi di awal musim hujan pada akhir September 2016 ternyata berdampak pada lahan pertanian padi di Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sawah banjir berlumpur, banyak tanaman padi rebah sehingga petani harus mempercepat panen supaya padinya tidak membusuk. Pekerja pemanen padi, Kamis (29/9/2016), harus menarik panenan padi akibat sawah banjir dan berlumpur sedalam lebih dari 50 sentimeter ketika panen di Desa Purwokerto, Brangsong.

Setelah pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi beras, Agustus lalu, beberapa hari berselang saya menerima pesan singkat dari Teguh Prasetyo (22), petani juga pengelola penggilingan padi di Desa Mranak, Kecamatan Demak Kota, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. ”Kalau ke Demak, mampir ke Mranak, ya, Mas,” tulisnya singkat.

Teguh Prasetyo, kenalan saya yang bergelut di bidang pertanian padi, merupakan anak muda yang hebat. Saya katakan hebat karena, meski alumnus Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), dia lebih memilih meneruskan usaha pertanian milik ibunya, Kasmi.

Editor:
Bagikan