logo Kompas.id
Bebas AksesGelandangan dan Kita
Iklan

Gelandangan dan Kita

Sebagai sesama warga kota, kisah tentang gelandangan juga memantik rasa empati. Salah satunya tecermin dalam komentar netizen di Instagram @hariankompas bersamaan dengan liputan khusus ”Kompas” tentang gelandangan.

Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/rWtko0IJjX_2wU6KAm_SLCaQOyk=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2Fc69d44c9-28ba-441f-9421-09470d09b044_jpg.jpg
Kompas/Priyombodo

Seorang gelandangan terlelap di halte di Jalan HOS Cokroaminoto, Kota Tangerang, Banten, Minggu (31/1/2021). Minimnya keterampilan, terbatasnya modal, dan ketiadaan akses kerja memicu seseorang menjadi gelandangan.

JAKARTA, KOMPAS — Rasanya hampir semua dari kita pernah bersua dengan gelandangan atau pemulung di Jakarta. Entah berpapasan dengan mereka saat berada di jalan, ataupun ketika mereka melintas di kawasan permukiman kita. Barangkali juga kita melihat dari kejauhan saat petugas merazia penyandang masalah kesejahteraan sosial ini.

Sebagian dari warga kota spontan merogoh kocek dan mengulurkan sejumlah rupiah, makanan, ataupun barang untuk sesama kita ini. Ada juga yang menyediakan diri atau dana untuk mengorganisasi sejumlah kegiatan sosial, seperti pembagian makan gratis.

Editor:
A Tomy Trinugroho
Bagikan