Kompas, 31 Oktober 1972
Sensitivitas Urusan Perut
Beras di Indonesia tidak semata-mata urusan pangan masyarakat. Beras juga menentukan pasang surut kekuasaan politik. Itu sebabnya, sejak dahulu, jauh hari sebelum kemerdekaan, pasokan dan harga beras selalu terjaga.

Pada musim rendeng yang lalu, "bola pangan" 40% dinaikkan di Jawa Timur, karena daerah itu memiliki areal sawah paling luas. Tapi sawah yang pengairannya bukan tadah-hujan, terbanyak di Jawa Barat. Itu sebabnya, pada musim gadu sekarang "bola" menggelinding ke Jabar. Tampak dua petani Desa Soklat (Subang) Ny Subangga dan Ny Ramli (paling kanan) menunjukkan sawah mereka yang diserang hama. Foto dimuat KOMPAS - Senin, 30 Juli 1973 hlm: 4.
Beras di Indonesia tidak semata-mata urusan pangan masyarakat. Beras juga menentukan pasang surut kekuasaan politik. Itu sebabnya, sejak dahulu kala, jauh hari sebelum kemerdekaan, pasokan dan harga beras selalu terjaga. Jangan sampai masyarakat menderita karena krisis beras. Jika itu terjadi, kekuasaan politik pun bisa runtuh.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, stabilitas harga dan pasokan beras benar-benar dikontrol karena disadari urusan perut dan kekuasaan politik selalu memiliki keterkaitan yang erat. Maka, seperti diberitakan harian Kompas, 31 Oktober 1972, demi menjaga stabilitas harga di dalam negeri, Badan Urusan Logistik (Bulog) pun membeli beras dari pasaran bebas di luar negeri.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 11 dengan judul "Sensitivitas Urusan Perut".
Baca Epaper Kompas