Jurnalisme Data (3)
Benang Kusut Tata Ruang, Hulu Bencana Banjir dan Longsor
Pelanggaran tata ruang terus terjadi. Pemerintah daerah enggan membuat aturan detil tata ruang agar bisa mengakomodir kepentingan yang justeru berdampak meningkatkan risiko terjadinya bencana.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F22%2F8fda5a12-acef-4d03-bb11-6f7934164f59_jpg.jpg)
Lahan pertanian di Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Minggu (5/2/2023). Penduduk sekitar memanfaatkan lereng yang curam atau lebih dari 45 persen di banyak perbukitan di kecamatan ini untuk menanam berbagai sayur seperti kentang dan kol. Lahan dengan kemiringan 45 persen menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu diatur sebagai ruang perlindungan.
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran aturan tata ruang berkontribusi pada terjadinya bencana hidrometeorologi. Penindakan pelanggaran telah dilakukan melalui sanksi administratif dan pidana, namun belum efektif memberikan efek jera.
Perencanaan dan pengendalian tata ruang adalah ’hulu’ atau asal mula dari tingginya risiko bahaya bencana banjir dan longsor yang dihadapi sejumlah kota-kota besar di Indonesia. Namun, banyak tantangan masih mengganjal, dari keengganan formalisasi aturan sampai keterbatasan pengawasan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 2 dengan judul "Benang Kusut Tata Ruang".
Baca Epaper Kompas