logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊAgar Kultur Kompetitif Tak...
Iklan

Agar Kultur Kompetitif Tak Picu Bunuh Diri

Kehidupan remaja yang diisi pencarian jati diri tidak lepas dari kompetisi, yang kerap dikeluhkan sebagai pemicu stres, depresi, bahkan keinginan mengakhiri hidup. Bagaimana keinginan bunuh diri bisa dihindari?

Oleh
ERIKA KURNIA
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/88e8hz09hGhqYt6yRioHLJG7Lxo=/1024x498/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2Fanisa-BH_1595069133.jpg
KOMPAS/DHANANG DAVID

AIL (16), penyintas upaya bunuh diri menunjukkan luka bekas silet di tangannya ketika ditemui di Jakarta, Sabtu (4/7/2020).

Kehidupan remaja yang diisi pencarian jati diri tidak lepas dari kompetisi. Kompetisi kerap dikeluhkan sebagai pemicu stres, depresi, bahkan hingga berujung pada keinginan mengakhiri hidup. Lantas, bagaimana cara menghindari risiko terburuk dari kondisi kompetitif?

Kompetisi yang sejatinya tentang menjadi yang terbaik, sering kali dibenturkan dengan standar pencapaian tertentu. Situasi tersebut, menurut pendiri komunitas pencegahan bunuh diri oleh remaja, Into The Light, Benny Prawira Siauw, tidaklah sehat.

Editor:
M Fajar Marta
Bagikan