Iklan

Kolaps

Selama kata kolaps masih dianggap sebagai “kata ragam cakapan”, barangkali tidak pas dipakai dalam konferensi pers. Ada usulan kata alternatif pengganti kolaps, yaitu ambruk.

Oleh
Andrè Möller
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/riB64JAza5cVmgYLQ9qRY_BYpUg=/1024x575/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2FBAHASA-Kolom_1545409606.png

Akhir-akhir ini saya hampir tak berani membuka koran berbahasa Indonesia atau media sosial yang hanya diisi kabar duka dan warta yang gelap dan menyedihkan. Setiap hari Indonesia memecahkan “rekor” baru berhubungan dengan penyakit akibat virus korona baru atau Covid-19 dan koran-koran Swedia (dan negara-negara lainnya) pun tidak luput dari pembahasan mengenai situasi nahas di Indonesia sekarang. (Kata rekor, yang sebelumnya memiliki konotasi positif dalam benak saya, kini telah berubah maknanya.)

Salah satu kata yang sering muncul di media massa belakangan ini adalah kolaps. Diwartakan, antara lain, bahwa industri kesehatan “kolaps akibat Covid-19” (Kontan), bahwa “rumah sakit kolaps” (Kompas), dan bahkan sampai “Indonesia berpotensi kolaps” (Berita Satu). Pernyataan terakhir ini mudah-mudahan berlebihan. Kemenkes tidak setuju dengan pemakaian kata kolaps ini, dan lebih memilih kata overcapacity yang diterjemahkan sejumlah media sebagai “over kapasitas”. Ini pun dikritik karena dinilai tidak mencerminkan keadaan dan kenyataan yang sedang suram. Jelas bahwa kata dan cara pemakaiannya bisa diberi konotasi politik.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan